Review Jurnal Koperasi 19
Latar Belakang
1. Sejarah
kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara
berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai
gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu tumbuh dan
berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu
koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi
kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan
perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan
masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara
berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun
institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan
untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran
antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam
memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di
negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan
bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang
mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan
koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta
dukungan/perlindungan yang diperlukan.
2. Pada
saat ini dengan globalisasi dan runtuhnya perekonomian sosialis di
Eropa Timur serta terbukanya Afrika, maka gerakan koperasi di dunia
telah mencapai suatu status yang menyatu di seluruh dunia. Dimasa lalu
jangkauan pertukaran pengalaman gerakan koperasi dibatasi oleh blok
politik/ekonomi, sehingga orang berbicara koperasi sering dengan
pengertian berbeda. Meskipun hingga tahun 1960-an konsep gerakan
koperasi belum mendapat kesepakatan secara internasional, namun dengan
lahirnya Revolusi ILO-127 tahun 1966 maka dasar pengembangan koperasi
mulai digunakan dengan tekanan pada saat itu adalah memanfaatkan model
koperasi sebagai wahana promosi kesejahteraan masyarakat, terutama kaum
pekerja yang ketika itu kental dengan sebutan kaum buruh.
Sehingga
syarat yang ditekankan bagi keanggotaan koperasi adalah “Kemampuan
untuk memanfaatkan jasa koperasi”. Dalam hal ini resolusi tersebut telah
mendorong tumbuhnya program-program pengembangan koperasi yang lebih
sistematis dan digalang secara internasional.
3. Pada
akhir 1980-an koperasi dunia mulai gelisah dengan proses globalisasi
dan liberalisasi ekonomi dimana-mana, sehingga berbagai langkah
pengkajian ulang kekuatan koperasi dilakukan. Hingga tahun 1992 Kongres
ICA di Tokyo melalui pidato Presiden ICA (Lars Marcus) masih melihat
perlunya koperasi melihat pengalaman swasta, bahkan laporan Sven
Akheberg menganjurkan agar koperasi mengikuti layaknya “private
enterprise”. Namun dalam perdebatan Tokyo melahirkan kesepakatan untuk
mendalami kembali semangat koperasi dan mencari kekuatan gerakan
koperasi serta kembali kepada sebab di dirikannya koperasi. Sepuluh
tahun kemudian Presiden ICA saat ini Roberto Barberini menyatakan
koperasi harus hidup dalam suasana untuk mendapatkan perlakuan yang sama
“equal treatment” sehingga apa yang dapat dikerjakan oleh perusahaan
lain juga harus terbuka bagi koperasi (ICA, 2002). Koperasi kuat karena
menganut “established for last”.
4. Pada
tahun 1995 gerakan koperasi menyelenggarakan Kongres koperasi di
Manchester Inggris dan melahirkan suatu landasan baru yang dinamakan
International Cooperative Identity Statement (ICIS) yang menjadi dasar
tentang pengertian prinsip dan nilai dasar koperasi untuk menjawab
tantangan globalisasi. Patut dicatat satu hal bahwa kerisauan tentang
globalisasi dan liberalisasi perdagangan di berbagai negara terjawab
oleh gerakan koperasi dengan kembali pada jati diri, namun pengertian
koperasi sebagai “enterprise” dicantumkan secara eksplisit. Dengan
demikian mengakhiri perdebatan apakah koperasi lembaga bisnis atau
lembaga “quasi-sosial”. Dan sejak itu semangat untuk mengembangkan
koperasi terus menggelora di berbagai sistim ekonomi yang semula
tertutup kini terbuka.
Catatan awal :
“Dari sini dapat ditarik catatan bahwa koperasi berkembang dengan
keterbukaan, sehingga liberalisasi perdagangan bukan musuh koperasi”.
5. Di
kawasan Asia Pasifik hal serupa ini juga terjadi sehingga pada tahun
1990 diadakan Konferensi Pertama Para Menteri-Menteri yang bertanggung
jawab dibidang koperasi di Sydney, Australia. Pertemuan ini adalah
kejadian kali pertama untuk menjembatani aspirasi gerakan koperasi yang
dimotori oleh ICA-Regional Office of The Asian dan Pacific dengan
pemerintah. Pertemuan ini telah melicinkan jalan bagi komunikasi dua
arah dan menjadi pertemuan regional yang reguler setelah Konferensi ke
II di Jakarta pada tahun 1992. Pesan Jakarta yang terpenting adalah
hubungan pemerintah dan gerakan koperasi terjadi karena kesamaan tujuan
antara negara dan gerakan koperasi, namun harus diingat program bersama
tidak harus mematikan inisiatif dan kemurnian koperasi. Pesan kedua
adalah kerjasama antara koperasi dan swasta (secara khusus disebut
penjualan saham kepada koperasi) boleh dilakukan sepanjang tidak
menimbulkan erosi pada prinsip dan nilai dasar koperasi.
Pengalaman Koperasi Di Indonesia
6. Di
Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh dorongan
pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai
diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu
gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres
Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena
koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman
penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan
kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan
atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana
harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat
tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga
pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi
“regulatory” dan “development” secara sekaligus (Shankar 2002). Ciri
utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan
kepada program yaitu : (i) Program pembangunan secara sektoral seperti
koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) Lembaga-lembaga pemerintah
dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii)
Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan.
Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau
ada tidak diberikan tempat semestinya.
7. Selama
ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis
sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk
membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung
program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang
selama PJP I, menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan
koperasi. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program
yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank
pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan
beras pemerintah, TRI dan lain-lain sampai pada penciptaan monopoli baru
(cengkeh). Sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan
program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari
perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa. Dalam
pandangan pengamatan internasional Indonesia mengikuti lazimnya
pemerintah di Asia yang melibatkan koperasi secara terbatas seperti
disektor pertanian (Sharma, 1992).
Pengalaman Umum Kemajuan Koperasi : Mencari Determinan
8. Sejarah
kelahiran koperasi di dunia yang melahirkan model-model keberhasilan
umumnya berangkat dari tiga kutub besar, yaitu konsumen seperti di
Inggris, kredit seperti yang terjadi di Perancis dan Belanda kemudian
produsen yang berkembang pesat di daratan Amerika maupun di Eropa juga
cukup maju. Namun ketika koperasi-koperasi tersebut akhirnya mencapai
kemajuan dapat dijelaskan bahwa pendapatan anggota yang digambarkan oleh
masyarakat pada umumnya telah melewati garis kemiskinan. Contoh pada
saat Revolusi Industri pendapatan/anggota di Inggris sudah berada pada
sekitar US$ 500,- atau di Denmark pada saat revolusi pendidikan dimulai
pendapatan per kapita di Denmark berada pada kisaran US$ 350,-. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya dukungan belanja rumah tangga baik sebagai
produsen maupun sebagai konsumen mampu menunjang kelayakan bisnis
perusahaan koperasi. Pada akhirnya penjumlahan keseluruhan transaksi
para anggota harus menghasilkan suatu volume penjualan yang mampu
mendapatkan penerimaan koperasi yang layak dimana hal ini ditentukan
oleh rata-rata tingkat pendapatan atau skala kegiatan ekonomi anggota.
Syarat 1 : "Skala usaha koperasi harus layak secara ekonomi".
9. Didaratan
Eropa koperasi tumbuh melalui koperasi kredit dan koperasi konsumen
yang kuat hingga disegani oleh berbagai kekuatan. Bahkan 2 (dua) bank
terbesar di Eropa milik koperasi yakni "Credit Agricole" di Perancis,
RABO-Bank di Netherlands Nurinchukin bank di Jepang dan lain-lain.
Disamping itu hampir di setiap negara menunjukkan adanya koperasi kredit
yang kuat seperti Credit Union di Amerika Utara dan lain-lain. Kredit
sebagai kebutuhan universal bagi umat manusia terlepas dari kedudukannya
sebagai produsen maupun konsumen dan penerima penghasilan tetap atau
bukan adalah "potensial customer-member" dari koperasi kredit.
Syarat
2 : "Harus memiliki cakupan kegiatan yang menjangkau kebutuhan
masyarakat luas, kredit (simpan-pinjam) dapat menjadi platform dasar
menumbuhkan koperasi".
10. Di
manapun baik di negara berkembang maupun di negara maju kita selalu
disuguhkan contoh koperasi yang berhasil, namun ada kesamaan universal
yaitu koperasi peternak sapi perah dan koperasi produsen susu, selalu
menjadi contoh sukses dimana-mana. Secara spesial terdapat contoh
yang lain seperti produsen gandum di daratan Australia, produsen kedele
di Amerika Utara dan Selatan hingga petani tebu di India yang menyamai
kartel produsen. Keberhasilan universal koperasi produsen susu, baik
besar maupun kecil, di negara maju dan berkembang nampaknya terletak
pada keserasian struktur pasar dengan kehadiran koperasi, dengan
demikian koperasi terbukti merupakan kerjasama pasar yang tangguh untuk
menghadapi ketidakadilan pasar. Corak ketergantungan yang tinggi
kegiatan produksi yang teratur dan kontinyu menjadikan hubungan antara
anggota dan koperasi sangat kukuh.
Syarat 3 : "Posisi koperasi produsen yang menghadapi dilema bilateral monopoli menjadi akar memperkuat posisi tawar koperasi".
11. Di
negara berkembang, termasuk Indonesia, transparansi struktural tidak
berjalan seperti yang dialami oleh negara industri di Barat, upah buruh
di pedesaan secara rill telah naik ketika pengangguran meluas sehingga
terjadi Lompatan ke sektor jasa terutama sektor usaha mikro dan informal
(Oshima, 1982). Oleh karena itu kita memiliki kelompok penyedia jasa
terutama disektor perdagangan seperti warung dan pedagang pasar yang
jumlahnya mencapai lebih dari 6 juta unit dan setiap hari memerlukan
barang dagangan. Potensi sektor ini cukup besar, tetapi belum ada
referensi dari pengalaman dunia. Koperasi yang berhasil di bidang ritel
di dunia adalah sistem pengadaan dan distribusi barang terutama di
negara-negara berkembang “user” atau anggotanya adalah para pedagang
kecil sehingga model ini harus dikembangkan sendiri oleh negara
berkembang.
12. Koperasi
selain sebagai organisasi ekonomi juga merupakan organisasi pendidikan
dan pada awalnya koperasi maju ditopang oleh tingkat pendidikan anggota
yang memudahkan lahirnya kesadaran dan tanggung jawab bersama dalam
sistem demokrasi dan tumbuhnya kontrol sosial yang menjadi syarat
berlangsungnya pengawasan oleh anggota koperasi. Oleh karena itu
kemajuan koperasi juga didasari oleh tingkat perkembangan pendidikan
dari masyarakat dimana diperlukan koperasi. Pada saat ini masalah
pendidikan bukan lagi hambatan karena rata-rata pendidikan penduduk
dimana telah meningkat. Bahkan teknologi informasi telah turut mendidik
masyarakat, meskipun juga ada dampak negatifnya.
Syarat 4 : “Pendidikan dan peningkatan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan kekuatan koperasi (pengembangan SDM)”.
Potret Koperasi Indonesia
13. Sampai
dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia
tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada
sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah
koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali
lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180
unit (88,14 persen). Corak koperasi Indonesia adalah koperasi dengan
skala sangat kecil. Satu catatan yang perlu di ingat reformasi yang
ditandai dengan pencabutan Inpres 4/1984 tentang KUD telah melahirkan
gairah masyarakat untuk mengorganisasi kegiatan ekonomi yang melalui
koperasi.
14. Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang telah digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama
KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan
yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan
peningkatan produksi pertanian terutama pangan (Anne Both, 1990),
disamping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha karena telah
menikmati latihan dengan mengurus dan mengelola KUD (Revolusi
penggilingan kecil dan wirausahawan pribumi di desa).
15. Jika
melihat posisi koperasi pada hari ini sebenarnya masih cukup besar
harapan kita kepada koperasi. Memasuki tahun 2000 posisi koperasi
Indonesia pada dasarnya justru didominasi oleh koperasi kredit yang
menguasai antara 55-60 persen dari keseluruhan aset koperasi. Sementara
itu dilihat dari populasi koperasi yang terkait dengan program
pemerintah hanya sekitar 25% dari populasi koperasi atau sekitar 35%
dari populasi koperasi aktif. Pada akhir-akhir ini posisi koperasi dalam
pasar perkreditan mikro menempati tempat kedua setelah BRI-unit desa
sebesar 46% dari KSP/USP dengan pangsa sekitar 31%. Dengan demikian
walaupun program pemerintah cukup gencar dan menimbulkan distorsi pada
pertumbuhan kemandirian koperasi, tetapi hanya menyentuh sebagian dari
populasi koperasi yang ada. Sehingga pada dasarnya masih besar elemen
untuk tumbuhnya kemandirian koperasi.
16. Mengenai jumlah koperasi yang meningkat dua kali lipat dalam waktu 3 tahun 1998 –2001, pada dasarnya tumbuh sebagai tanggapan terhadap
dibukanya secara luas pendirian koperasi dengan pencabutan Inpres
4/1984 dan lahirnya Inpres 18/1998. Sehingga orang bebas mendirikan
koperasi pada basis pengembangan dan pada saat ini sudah lebih dari 35
basis pengorganisasian koperasi. Kesulitannya pengorganisasian koperasi
tidak lagi taat pada penjenisan koperasi sesuai prinsip dasar pendirian
koperasi atau insentif terhadap koperasi. Keadaan ini menimbulkan
kesulitan pada pengembangan aliansi bisnis maupun pengembangan usaha
koperasi kearah penyatuan vertical maupun horizontal. Oleh karena itu
jenjang pengorganisasian yang lebih tinggi harus mendorong kembalinya
pola spesialisasi koperasi. Di dunia masih tetap mendasarkan tiga varian
jenis koperasi yaitu konsumen, produsen dan kredit serta akhir-akhir
ini berkembang jasa lainnya.
17. Struktur
organisasi koperasi Indonesia mirip organisasi pemerintah/lembaga
kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal
ini telah menunjukkan kurang efektif nya peran organisasi
sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen
eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini dimasa
datang harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang
berkembang dengan globalisasi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu
dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
Koperasi Dalam Era Otonomi Daerah
18. Implementasi undang-undang otonomi daerah, akan memberikan dampak positif bagi koperasi dalam hal alokasi sumber daya alam dan pelayanan pembinaan lainnya. Namun koperasi akan semakin menghadapi masalah yang lebih intensif dengan pemerintah daerah dalam bentuk penempatan lokasi investasi dan skala kegiatan koperasi . Karena azas efisiensi akan mendesak koperasi untuk membangun jaringan yang luas dan mungkin melampaui batas daerah otonom. Peranan advokasi oleh gerakan koperasi untuk
memberikan orientasi kepada pemerintah di daerah semakin penting.
Dengan demikian peranan pemerintah di tingkat propinsi yang diserahi
tugas untuk pengembangan koperasi harus
mampu menjalankan fungsi intermediasi semacam ini. Mungkin juga dalam
hal lain yang berkaitan dengan pemanfaatan infrastruktur daerah yang
semula menjadi kewenangan pusat.
19. Peranan
pengembangan sistem lembaga keuangan koperasi di tingkat Kabupaten /
Kota sebagai daerah otonom menjadi sangat penting. Lembaga keuangan
koperasi yang kokoh di daerah otonom akan dapat menjangkau lapisan bawah
dari ekonomi rakyat. Disamping itu juga akan mampu berperan menahan
arus keluar sumber keuangan daerah. Berbagai studi menunjukan bahwa
lembaga keuangan yang berbasis daerah akan lebih mampu menahan arus
kapital keluar, sementara sistem perbankan yang sentralistik mendorong
pengawasan modal dari secara tidak sehat.
20. Dukungan yang diperlukan bagi koperasi untuk menghadapi berbagai rasionalisasi adalah keberadaan lembaga jaminan kredit bagi koperasi dan usaha kecil di daerah. Dengan demikian kehadiran lembaga jaminan akan menjadi elemen terpenting untuk percepatan perkembangan koperasi di daerah. Lembaga jaminan kredit yang dapat dikembangkan Pemerintah Daerah dalam bentuk patungan dengan stockholder yang luas. Hal ini akan dapat mendesentralisasi pengembangan ekonomi rakyat dan dalam jangka panjang akan
menumbuhkan kemandirian daerah untuk mengarahkan aliran uang di
masing-masing daerah. Dalam jangka menengah koperasi juga perlu
memikirkan asuransi bagi para penabung.
21. Potensi koperasi pada saat ini sudah mampu untuk memulai gerakan koperasi yang otonom, namun fokus bisnis koperasi harus diarahkan pada ciri universalitas kebutuhan yang tinggi seperti jasa keuangan, pelayanan infrastruktur serta pembelian bersama. Dengan otonomi selain peluang untuk memanfaatkan potensi setempat juga terdapat potensi benturan yang harus diselesaikan di tingkat daerah. Dalam hal ini konsolidasi potensi keuangan, pengembangan jaringan informasi serta pengembangan pusat inovasi dan teknologi merupakan kebutuhan pendukung untuk kuatnya kehadiran koperasi. Pemerintah di daerah dapat mendorong pengembangan lembaga penjamin kredit di daerah.
22. Pemusatan
koperasi di bidang jasa keuangan sangat tepat untuk dilakukan pada
tingkat kabupaten/kota atau “kabupaten dan kota” agar menjaga arus dana
menjadi lebih seimbang dan memperhatikan kepentingan daerah (masyarakat
setempat). Fungsi pusat koperasi jasa keuangan ini selain menjaga
likuiditas juga dapat memainkan peran pengawasan dan perbaikan manajemen
hingga pengembangan sistem asuransi tabungan yang dapat diintegrasikan
dalam sistem asuransi secara nasional.
Penutup
23. Pendekatan
pengembangan koperasi sebagai instrumen pembangunan terbukti
menimbulkan kelemahan dalam menjadikan dirinya sebagai koperasi yang
memegang prinsip-prinsip koperasi dan sebagai badan usaha yang
kompetitif. Reformasi kelembagaan koperasi menuju koperasi dengan
jatidirinya akan menjadi agenda panjang yang harus dilalui oleh koperasi
di Indonesia.
24. Dalam
kerangka otonomi daerah perlu penataan lembaga keuangan koperasi
(koperasi simpan pinjam) untuk memperkokoh pembiayaan kegiatan ekonomi
di lapisan terbawah dan menahan arus ke luar potensi sumberdaya lokal
yang masih diperlukan. Pembenahan ini akan merupakan elemen penting
dalam membangun sistem pembiayaan mikro di tanah air yang merupakan
tulang punggung gerakan pemberdayaan ekonomi rakyat.
DAFTAR BACAAN
1. Couture,
M-F, D. Faber, M. Larim, A-B. Nippierd : Transition to Cooperative
Entrepreneurship, ILO and University of Nyeurode, of Nyenrode, Genewa,
2002.
2. Ravi Shankar and Garry Conan : Second Critical Study on Cooperative Legislation and policy Reform, ICA, RAPA, New Delhi, 2002.
3. Mubyarto ; Membangun Sistem Ekonomi, BPFE, Yogyakarta, 2000.
4. Noer Soetrisno : Rekonstruksi Pemahaman Koperasi, Merajut Kekuatan Ekonomi Rakyat, Instrans, Jakarta 2001.
5. Oshima, Harry T ; The Development of Service Sector in Asia; Mimeo, UPSE-Diliman, Philippines, June 1982.
6. Rusidi,
Prof. Dr. Ir. MS dan Maman Suratman, Drs. MSi : Bunga Rampai 20 Pokok
Pemikiran Tentang Koperasi, Institut Manajemen Koperasi Indonesia,
Bandung, 2002.
NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)
NAMA KELOMPOK :
MUHAMAD WILDAN A (24210615)
ADITIYA AMANDA (20210181)
MUHAMMAD RASYIID (24210779)
AGUNG MAULANA (20210294)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar