Economic Highlight
google.com |
Di tengah krisis global yang belum pasti pemulihannya, dunia diguncang kembali oleh bencana alam, salah satunya banjir di Thailand dan Vietnam. Musibah banjir di Thailand kemungkinan besar mempengaruhi sektor riil Indonesia. Beberapa industri tampak cemas dengan musibah tersebut salah satu hal yang dikhawatirkan seperti tutupnya sejumlah pabrik dan terhentinya transportasi di area banjir yang akan menghambat pengiriman bahan baku ke Indonesia.
Industri yang dikhawatirkan terkena imbas banjir Thailand adalah industri makanan dan minuman karena industri ini bergantung pada pasokan gula tebu dari Thailand. Selain itu, negosiasi pembelian beras sebanyak 300,000 ton dari Thailand yang telah dipesan sejak akhir Juli 2011 dipastikan terhambat mengingat proses pengapalan (shipment) mengalami kendala. Seandainya kontrak pembelian beras tersebut dibatalkan, harga pangan dalam negeri akan melonjak drastis karena ancaman kemarau panjang di dalam negeri. Industri lainnya yang diperkirakan terpukul karena musibah di Thailand itu yakni industri otomotif. Sebab, pabrik Honda di Thailand selama ini mensuplai komponen dan sejumlah produk impor utuh atau Completely Built Up (CBU) sedan seperti Civic, City, dan Accord.
Secara ekonomis, perekonomian nasional tidak terlalu dipengaruhi musibah banjir Thailand karena share ekspor Indonesia ke Thailand hanya sebesar 2.95 persen dari share total ekspor Indonesia ke Dunia. Kemudian, neraca perdagangan Indonesia-Thailand selalu mencatat angka defisit sejak Januari 2009 hingga Juni 2011 bila dilihat pada gambar di bawah ini.
Selain sentiment negatif terkait banjir di Thailand, terdapat sentiment positif juga yaitu terkait kemungkinan relokasi industri komponen otomotif Thailand ke Indonesia. Hal ini mengundang optimisme kalangan pebisnis mengingat Indonesia memiliki banyak keunggulan untuk merebut relokasi industri tersebut. Pertama, pasar Indonesia sangat besar dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa. Kedua, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita terus meningkat. Saat ini, pendapatan per kapita Indonesia sekitar US$ 3,000. Ketiga, pertumbuhan penduduk kelas menengah yang sangat pesat mencerminkan kekuatan permintaan pasar. Bila Thailand merelokasi pabrik-pabrik otomotifnya ke Indonesia, lapangan pekerjaan akan menjadi besar.
Economic Update
Indeks Tendensi Bisnis
Peningkatan kondisi bisnis pada Triwulan III-2011 terjadi di semua sektor. Peningkatan kondisi bisnis tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (nilai ITB sebesar 112.85). Sedangkan Sektor Pertambangan dan Penggalian mengalami peningkatan bisnis terendah (nilai ITB sebesar 105.13). Kondisi bisnis pada Triwulan III-2011 meningkat karena adanya peningkatan pendapatan usaha (nilai indeks sebesar 109.90), penggunaan kapasitas produksi (nilai indeks sebesar 110.43), dan rata-rata jam kerja (nilai indeks sebesar 105.01).
Peningkatan kondisi bisnis pada Triwulan III-2011 terjadi di semua sektor. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mengalami peningkatan bisnis paling tajam (nilai ITB sebesar 112.85), diikuti oleh Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan (nilai ITB sebesar 110.15), Sektor Konstruksi (nilai ITB sebesar 108.83), Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan (nilai ITB sebesar 107.80), Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (nilai ITB sebesar 107.64), Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (nilai ITB sebesar 106.90), Sektor Industri Pengolahan (nilai ITB sebesar 106.45), Sektor Jasa-jasa (nilai ITB sebesar 106.39), dan Sektor Pertambangan dan Penggalian (nilai ITB sebesar 105.13).
Indeks Produksi Manufaktur Besar dan Sedang
Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan III tahun 2011 naik sebesar 5.60 persen (y-on-y) dari triwulan III tahun 2010. Pada triwulan III tahun 2010 pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang naik 3.67 persen dari triwulan III tahun 2009, pertumbuhan triwulan III tahun 2009 naik 0.09 persen dari triwulan III tahun 2008.
Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulanan (q-to-q) pada triwulan III tahun 2011 naik sebesar 2.87 persen dari triwulan II tahun 2011. Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang triwulan II tahun 2011 naik sebesar 1.61 persen dari triwulan I tahun 2011, dan pertumbuhan triwulan I tahun 2011 turun sebesar 1.69 persen dari triwulan IV tahun 2010.
Pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang bulanan (m-to-m) selama triwulan III tahun 2011 mengalami kenaikan pada bulan Juli dan September, sedangkan pada bulan Agustus 2011 mengalami penurunan. Pertumbuhan bulan Juli naik 2.54 persen dari bulan Juni 2011, pertumbuhan bulan Agustus 2011 turun sebesar 3.12 persen dari bulan Juli 2011, dan pertumbuhan bulan September 2011 naik 1.68 persen dari bulan Agustus 2011.
Inflasi
Pada Oktober 2011 terjadi deflasi sebesar 0.12 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 128.74. Dari 66 kota IHK, 34 kota mengalami deflasi sedangkan 32 kota mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terjadi di Kendari 2.98 persen dengan IHK 134.09 dan terendah terjadi di Sumenep 0.02 persen dengan IHK 125.02. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi di Bima 0.97 persen dengan IHK 137.79 dan terendah terjadi di Madiun 0.01 persen dengan IHK 132.34.
4
Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya indeks pada kelompok bahan makanan 0.35 persen; kelompok sandang 1.26 persen dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0.41 persen. Sedangkan inflasi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0.26 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0.20 persen; kelompok kesehatan 0.26 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0.30 persen.
Laju inflasi tahun kalender (Januari–Oktober) 2011 sebesar 2.85 persen dan laju inflasi year on year (Oktober 2011 terhadap Oktober 2010) sebesar 4.42 persen. Komponen inti mengalami deflasi sebesar 0.12 persen, laju inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–Oktober) 2011 sebesar 3.72 persen dan laju inflasi komponen inti year on year (Oktober 2011 terhadap Oktober 2010) sebesar 4.43 persen.
Komponen penyumbang inflasi nasional dapat dilihat pada tabel di bawah ini dimana terlihat bahwa komponen inti (core) menyumbang deflasi sebesar (-0.09%); komponen yang harganya diatur pemerintah (administered prices) 0.03%, dan komponen bergejolak (volatile food) menyumbang deflasi sebesar (-0.06%).
1. Harga Gabah
Rata-rata harga gabah kualitas GKP di petani Rp 3,937.96 per kg (naik 4.38 persen) dan di penggilingan Rp 3,999.32 per kg (naik 4.20 persen) dibandingkan bulan lalu.
Dibandingkan bulan lalu, rata-rata harga gabah kualitas GKG di tingkat petani meningkat Rp 99.08 per kg (2.37 persen) menjadi Rp 4,281.49 per kg dan di tingkat penggilingan Rp 100.59 per kg (2.36 persen) menjadi Rp 4,354.58 per kg selama Oktober 2011. Rata-rata harga gabah kualitas rendah di petani Rp 3,480.53 per kg (turun 0.77 persen) dan di penggilingan Rp 3,552.28 per kg (turun 1.16 persen) dibandingkan bulan lalu.
Di tingkat petani, harga tertinggi senilai Rp 5,000 per kg berasal dari gabah kualitas GKP varietas Ciherang yang terjadi di Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang (Jawa Timur), varietas Siam Unus, Ciherang, dan Palui yang terjadi di Kecamatan Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas (Kalimantan Tengah) dan Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten Barito Selatan (Kalimantan Tengah), serta varietas Karang Dukuh yang terjadi di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala (Kalimantan Selatan). Sementara itu, harga terendah senilai Rp 2,250 per kg berasal dari gabah kualitas rendah varietas Ciherang yang terjadi di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat).
Secara nasional, rata-rata harga beras medium bulan Oktober 2011 naik 1.63% dibanding bulan September 2011. Dibandingkan Oktober 2010, harga beras naik 14.13%.
Harga cabai merah keriting naik 26.08% dibanding September 2011 atau naik 9.27% bila dibanding Oktober 2010. Sedangkan harga cabai merah biasa naik 14.44% dibanding September 2011 atau naik 13.99% dibanding Oktober 2010.
Harga tepung terigu naik 0.05% dibanding September 2011 atau naik 1.02% bila dibanding Oktober 2010.
Harga daging ayam broiler turun (-2.12%) dibanding September 2011 atau naik 4.84% bila dibanding Oktober 2010. Harga telur ayam ras turun (-4.85%) dibanding September 2011 atau naik 4.84% bila dibanding Oktober 2010.
Harga komoditas lain seperti daging sapi turun (-1.46%) dibanding September 2011 atau naik 4.41% dibanding Oktober 2010, minyak goreng curah turun (-1.45%) dibanding September 2011 atau naik 5.16% dibanding Oktober 2010, dan gula pasir turun (-0.52%) dibanding September 2011 atau turun (-4.59%) dibanding Oktober 2010.
Perdagangan Internasional
Total ekspor dalam negeri pada September 2011 menurun 4.45 persen dari bulan sebelumnya. Detil dari total ekspor Indonesia periode September 2011 dapat dikemukakan sebagai berikut: Nilai ekspor Indonesia September 2011 mencapai US$ 17.82 miliar atau mengalami penurunan sebesar 4.45 persen dibanding ekspor Agustus 2011. Sementara bila dibanding September 2010 ekspor mengalami peningkatan sebesar 46.28 persen. Ekspor nonmigas September 2011 mencapai US$ 13.65 miliar, turun 6.24 persen dibanding Agustus 2011, sedangkan dibanding ekspor September 2010 meningkat 35.14 persen.
6
Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September 2011 mencapai US$ 152.50 miliar atau meningkat 37.49 persen dibanding periode yang sama tahun 2010, sementara ekspor nonmigas mencapai US$ 120.85 miliar atau meningkat 31.66 persen. Penurunan ekspor nonmigas terbesar September 2011 terjadi pada lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$ 666.5 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$ 182.8 juta. Ekspor nonmigas ke Cina September 2011 mencapai angka terbesar yaitu US$ 2.08 miliar, disusul Jepang US$ 1.69 miliar dan India US$ 1.20 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 36.46 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) sebesar US$ 1.39 miliar. Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari–September 2011 naik sebesar 33.40 persen dibanding periode yang sama tahun 2010, demikian juga ekspor hasil pertanian naik 5.56 persen serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 30.29 persen.
Sedangkan penjelasan detil kondisi impor September 2011 adalah sbb: Nilai impor Indonesia September 2011 sebesar US$ 15.10 miliar atau naik 0.18 persen dibanding impor Agustus 2011 yang besarnya US$ 15.08 miliar, sedangkan jika dibanding impor September 2010 (US$ 9.65 miliar) naik 56.44 persen. Sementara itu, selama Januari-September 2011 nilai impor mencapai US$ 129.97 miliar atau meningkat 33.45 persen jika dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya (US$ 97.39 miliar). Impor nonmigas September 2011 sebesar US$ 11.69 miliar atau naik US$ 0.42 miliar (3.72 persen) dibanding impor nonmigas Agustus 2011 (US$ 11.27 miliar), sedangkan impor nonmigas selama Januari-September 2011 mencapai US$ 99.70 miliar atau naik 27.90 persen dibanding impor nonmigas periode yang sama tahun 2010 (US$ 77.95 miliar). Impor migas September 2011 sebesar US$ 3.42 miliar atau turun US$ 0.39 miliar (10.30 persen) dibanding impor migas Agustus 2011 (US$ 3.81 miliar), sedangkan impor migas selama Januari-September 2011 mencapai US$ 30.26 miliar atau naik 23.29 persen dibanding impor migas periode yang sama tahun sebelumnya (US$ 19.44 miliar). Nilai impor nonmigas terbesar September 2011 adalah golongan barang mesin dan peralatan mekanik dengan nilai US$ 2.20 miliar. Nilai ini naik 5.20 persen (US$ 0.11 miliar) dibanding impor golongan barang yang sama Agustus 2011 (US$ 2.09 miliar). Sementara itu, impor golongan barang tersebut selama Januari-September 2011 mencapai US$ 17.57 miliar atau meningkat 54.08 persen (US$ 6.17 miliar) dibanding impor golongan barang yang sama tahun sebelumnya (US$ 11.40 miliar). Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-September 2011 masih ditempati oleh Cina dengan nilai US$ 18.57 miliar dengan pangsa 18.63 persen, diikuti Jepang US$ 13.79 miliar (13.83 persen) dan Singapura US$ 7.88 miliar (7.90 persen). Impor nonmigas dari ASEAN mencapai 22.18 persen, sementara dari Uni Eropa sebesar 8.92 persen. Nilai impor semua golongan penggunaan barang selama Januari-September 2011 dibanding impor periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing meningkat, yaitu impor barang konsumsi sebesar 38.50 persen, bahan baku/penolong sebesar 37.08 persen, dan barang modal sebesar 18.41 persen.
Dari grafik di bawah ini terlihat bahwa proporsi ekspor domestik masih mengungguli proporsi impor sehingga negara masih surplus in terms of perdagangan internasional. Selain itu, komoditas ekspor migas mengalami peningkatan, sedangkan ekspor non migas mengalami penurunan. Dari sisi impor, terlihat bahwa impor migas mengalami penurunan tetapi impor non migas mengalami peningkatan.
Nilai Tukar Rupiah Di bulan Oktober 2011, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terlihat terapresiasi secara gradual. Di pekan awal Oktober, rupiah sempat terdepresiasi di level 8,968 namun menuju akhir bulan tren pergerakan rupiah cenderung menguat. Hal tersebut dapat dilihat dari apresiasi rupiah di level 8,835 pada akhir bulan.
Banjir Thailand tampaknya tidak terlalu mempengaruhi kondisi nilai tukar rupiah karena nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung terapresiasi di bulan ini karena kenaikan mata uang di Asia tampak memberikan dukungan bagi pergerakan mata uang rupiah.
Aktivitas rupiah di pekan awal Oktober (3-7 Oktober 2011) melemah dengan signifikan dan sempat anjlok ke level 8,968 disebabkan ketidakpastian kondisi pasar sehingga muncul kewaspadaan para investor global untuk mengurangi aktivitasnya pada pasar uang.
Pada pekan kedua Oktober (7-14 Oktober 2011), rupiah tampak terapresiasi secara signifikan. Pergerakan rupiah terlihat terbatas karena masih berada dalam tahap konsolidasi. Per 14 Oktober, nilai tukar rupiah menguat ke posisi 8,865 atau naik 55 poin dibanding hari sebelumnya 8,920. Berita bailout Yunani membawa sentimen positif tetapi investor masih khawatir soal menyusutnya surplus perdagangan China dua bulan berturut-turut sejak September.
Rupiah perlahan mulai melemah di pekan ketiga Oktober (14-21 Oktober 2011) menyambut wacana pesimisme krisis Yunani yang baru dapat diselesaikan sepuluh tahun mendatang. Wacana tersebut tampak menyurutkan minat berinvestasi para investor global. Rupiah sempat anjlok ke level 8,893.
Pada akhir Oktober 2011 (21-28 Oktober), rupiah tampak menguat secara signifikan hingga mencapai level 8,835 pada tanggal 28. Masifnya capital inflow ke pasar saham domestik mendorong apresiasi rupiah.
BI Rate
Per Oktober 2011, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 6.50% dari bulan sebelumnya 6.75%. Kebijakan tersebut diterapkan untuk merespon rendahnya tingkat inflasi Oktober 2011.
Kebijakan BI menurunkan BI rate dilandaskan pada dua pertimbangan. Pertama, tekanan inflasi (IHK) tahun ini dan tahun depan diperkirakan masih berada di bawah 5%. Kedua, perekonomian Indonesia masih berada di bawah output potensialnya, sehingga masih terdapat ruang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi.
IHSG Dari gambar perkembangan IHSG harian di bawah ini dapat diketahui bahwa kondisi level penutupan IHSG pada Oktober 2011 sebenarnya hampir setara dengan Oktober 2010 karena selisih level penutupan hampir tidak terlihat sama sekali. Tanggal 3 sampai 10 Oktober 2011, level penutupan IHSG terlihat cukup rendah hingga mencapai level 3,269.45. Besar kemungkinan hal tersebut karena belum ada ketidakpastian mengenai penyelesaian krisis utang Yunani sehingga investor menahan minat berinvestasi.
Pada akhir Oktober, saham-saham yang naik signifikan dan masuk dalam jajaran top gainers diantaranya Indomobil (IMAS) naik Rp 650 ke Rp 12,400, Astra Agro Lestari (AALI) naik Rp 350 ke Rp 20,200, Bayan (BYAN) naik Rp 250 ke Rp 19,100, dan Astra Internasional (ASII) naik Rp 250 ke Rp 68,300. Sementara saham-saham yang turun cukup dalam dan masuk dalam kategori top losers antara lain Multibreeder (MBAI) turun Rp 650 ke Rp 14,100, Semen Gresik (SMGR) turun Rp 350 ke Rp 9,000, SMART (SMAR) turun Rp 200 ke Rp 5,900, dan Mayora (MYOR) turun Rp 150 ke Rp 13,650.
Kontributor-kontributor penyusun pondasi kekokohan IHSG di periode September 2011 ini terdiri dari: sektor pertambangan (25%), sektor pertanian (20%), sektor aneka industri (12%), sektor konsumsi. (12%), sektor manufaktur (9%), sektor infrastruktur (7%), sektor perdagangan (5%), sektor keuangan (5%), dan sektor properti (2%).
Net Foreign Purchase (NFP) Penurunan portofolio asing sejak Agustus hingga September 2011 merupakan tindakan konsolidasi yang dilakukan "fund manager". Namun, hal tersebut tidak membahayakan mengingat Indonesia masih menjadi tempat investasi yang menggiurkan bagi pelaku pasar asing. Hal ini didorong situasi ekonomi Eropa dan Amerika Serikat dalam satu tahun hingga dua tahun diekspektasikan pertumbuhannya melambat sehingga kondisi tersebut menjadi peluang investasi di Asia. Kondisi NFP September 2011 jauh lebih baik daripada NFP Agustus 2011. Aksi borong saham oleh investor asing pada September 2011 mencatat pembelian bersih yang cukup besar, yakni Rp 1,643.78 miliar. Indonesia tampaknya masih menjadi tempat investasi yang cukup aman mengingat dampak krisis Eropa dan banjir Thailand belum menyerang pasar modal domestik.
Faktor lain yang menyebabkan meningkatnya pembelian bersih asing adalah kapitalisasi saham emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang tumbuh merata sepanjang dua tahun terakhir. Kapitalisasi saham emiten tersebut menunjukkan pasar saham di Indonesia masih menarik bagi investor. Pemerataan kapitalisasi itu didorong karena banyak perusahaan yang investasinya makin besar didorong dari pertumbuhan laba dan ekspansi yang dilakukan perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar