google.com |
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, menyatakan setuju untuk memperketat pengawasan dan moratorium sementara perizinan usaha baru perusahaan outsourcing. Namun, serikat pekerja meragukan implementasinya.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregar mengatakan, dari pantauannya selama ini Muhaimin lebih sering berjanji tanpa tindakan tegas yang dilakukan oleh Kementerian yang dipimpinnya. Hal terpenting yang harus dilakukan oleh Menakertrans dan jajarannya saat ini menurut Timboel adalah menunjukkan keseriusan untuk membereskan masalah outsourcing.
“Isu moratorium dari cak Imin (Muhaimin,-red) hanya sebatas retorika. Saya yakin cak Imin nggak berani membereskan masalah outsourcing. Dia tidak berani melawan dunia usaha,” kata Timboel kepada hukumonline lewat pesan singkat, Jumat (20/7).
Bila serius, Timboel berpendapat Muhaimin dapat melakukan setidaknya tiga langkah untuk membenahi persoalan outsourcing ini. Pertama, kewenangan penerbitan izin perusahaan outsourcing harus berada di Kemenakertrans. Soalnya selama ini dipegang oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Hal ini justru yang menjadi salah satu penyebab carut-marutnya pelaksanaan outsourcing di Indonesia.
Kedua, Menakertrans harus merevisi Pasal 6 ayat (3) Kepmenakertrans No. 220 Tahun 2004. Pasalnya, ketentuan itu memberikan kewenangan kepada pengusaha untuk menentukan jenis pekerjaan, apakah masuk dalam jenis pekerjaan inti atau penunjang.
Mengingat pekerja outsourcing tidak boleh bekerja di jenis pekerjaan inti dan kerap terjadi perselisihan dalam menentukan jenis pekerjaan antara serikat pekerja dan pengusaha, maka ketentuan tersebut bagi Timboel sudah layak direvisi. Timboel menyarankan Kemenakertrans bersama Tripartit Nasional yang menentukan jenis pekerjaan.
Ketiga, Timboel menyarankan agar pengawas ketenagakerjaan bersifat sentralisasi serta melibatkan pengawas tripartit untuk melakukan supervisi dan penyidikan langsung ke setiap perusahaan. “Itu beberapa hal yang pasti bisa dilakukan cak Imin,” tutur Timboel.
Terpisah, Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi APINDO, Hasanuddin Rachman, mengingatkan agar Muhaimin berhati-hati sebelum menerbitkan peraturan soal perusahaan outsourcing. Menurutnya, mengacu UU Ketenagakerjaan dan putusan MK tentang outsourcing keberadaan perusahaan outsourcing masih legal. Sehingga, moratorium menurut Hasanuddin tidak boleh dilakukan terhadap perusahaan outsourcing yang mematuhi peraturan yang berlaku.
Namun, Hasanuddin sepakat jika pemerintah menindak perusahaan outsourcing yang melanggar aturan. Hasanuddin menyebutkan, perusahaan outsourcing yang legal harus memenuhi ketentuan dan syarat yang sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan outsourcing yaitu harus berbadan hukum, berpengalaman dalam menyelenggarakan outsourcing dan lainnya.
Hasanuddin mengingatkan, dalam rencananya menerbitkan peraturan, khususnya soal outsourcing, seluruh pemangku kepentingan harus dilibatkan. “Bicarakan dulu dengan LKS Tripartit Nasional,” ujar Hasanuddin kepada hukumonline lewat telepon, Jumat (20/7).
Dari pantauannya, Hasanuddin merasa persoalan outsourcing lebih erat kaitannya dengan lemahnya penegakan hukum. Akibatnya, perusahaan outsourcing yang melanggar ketentuan masih dapat beroperasi sampai sekarang. “Perusahaan outsourcing yang melanggar aturan seharusnya izinnya dicabut,” ucapnya.
Tindakan Tegas
Menanggapi pernyataan Menkaertrans untuk memperketat pengawasan dan moratorium sementara perizinan baru perusahaan outsourcing, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon, mengatakan akan dilakukan penertiban terhadap perusahaan outsourcing. Terutama, perusahaan outsourcing yang melanggar aturan hukum. Menurut Irianto, perusahaan outsourcing yang terbukti melakukan pelanggaran akan ditindak tegas. “Izinnya akan dicabut,” kata Irianto kepada hukumonline, Jumat (20/7).
Untuk menjalankan rencana itu, Irianto menyebut Menakertrans telah memberikan pengarahan secara langsung kepada 33 Kadisnakertrans di seluruh Indonesia. Selain itu Kemenakertrans berencana untuk menerbitkan surat edaran terkait rencana tersebut ke seluruh Disnakertrans. Terkait dengan pengaturan pelaksanaan outsourcing, Irianto mengatakan Permenakertrans tersebut masih dibahas.
Dalam merumuskan Permenakertrans tentang outsourcing, Irianto mengatakan terjadi pembahasan yang cukup alot di beberapa soal. Misalnya jika pekerja outsourcing diputus hubungan kerja (PHK) lalu bagaimana dengan perhitungan masa kerja, besaran pesangon dan lainnya. Selain itu Irianto juga mengatakan pembahasan Permenakertrans soal outsourcing tersebut akan melibatkan para pemangku kepentingan. Sayangnya, Irianto belum dapat memastikan kapan Permenakertrans itu akan diterbitkan. “Kami berharap bisa diterbitkan segera,” pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar