google.com |
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menilai tidak adil kritikan publik terhadap kunjungan kerja (kunker) anggota Dewan ke luar negeri. Pasalnya, menurut Marzuki, sudah banyak pembenahan kunker ke luar negeri.
"Kritiknya tidak adil. Kenapa? Kita pimpinan DPR sudah lakukan usaha penghematan. Luar biasa penghematan dari kunker ke luar negeri," kata Marzuki di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/9/2012).
Marzuki menilai, derasnya kritikan publik terhadap DPR, terutama perihal kunker ke luar negeri, adalah hal yang wajar. Sebab, menurut dia, hal itu terjadi karena DPR merupakan lembaga yang paling terbuka.
"DPR sangat transparan makanya kritik sangat banyak," ucapnya.
Hanya saja, Marzuki meminta agar publik mengerti bahwa pimpinan DPR telah melakukan perbaikan terkait kunker. Ketika awal DPR periode 2009-2014, kata dia, kunker anggota ke luar negeri luar biasa banyaknya. Dalam tata tertib DPR, anggota dapat kunker ke luar negeri terkait berbagai macam kepentingan, seperti pengawasan dan legislasi.
Setelah dikritik, lanjut dia, pimpinan lalu melarang kunker ke luar negeri dalam rangka pengawasan. Adapun terkait legislasi tetap diizinkan, tetapi dibatasi. Menurut dia, kunker terkait legislasi tetap diperlukan sebagai referensi.
"Kebijakan publik harus dapat referensi yang luas. UU buat jangka panjang. Kalau UU dibuat asal, berbahaya buat bangsa ini. Karena itu, kaitan legislasi kita buka untuk kunker ke luar negeri. Itu pun ada batasan, kalau revisi lebih dari 50 persen kita izinkan. Di bawah itu tidak kita izinkan. Atau buat UU baru yang kita tidak punya," papar politisi Partai Demokrat itu.
Marzuki juga mengingatkan bahwa hasil kerja DPR tidak bisa langsung dirasakan publik. Kebijakan yang dibuat bersama pemerintah dan berbagai pihak, kata dia, akan dirasakan masyarakat ketika UU diterapkan.
"DPR ini bukan lembaga yang buat jembatan, jalan, gedung. DPR buat UU. Manfaatnya nanti setelah UU itu dilaksanakan," kata Marzuki.
Sebelumnya, kunjungan kerja rombongan Badan Legislasi DPR ke Denmark dan Turki menuai kontroversi. Kunjungan dalam rangka pembahasan RUU Palang Merah itu dinilai pemborosan. Sebab, hanya untuk mengkaji logo PMI, dikeluarkan anggaran sebesar Rp 1,3 miliar. Apalagi, di tengah kunjungan beredar foto anggota Dewan yang tengah menikmati "Canal Tour" di Kopenhagen, Denmark.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar