sumber : google.com |
PENGADILAN Negeri Jakarta Pusat hari Kamis menjatuhkan hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar subsider enam bulan kurungan kepada mantan pemilik Bank Century Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizki. Keduanya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Selain menjatuhkan hukuman itu, Majelis Hakim memerintahkan keduanya untuk membayar uang pengganti senilai Rp 3,1 triliun. Bahkan terpidana Robert Tantular, yang juga merupakan salah satu pemegang saham Bank Century, diminta untuk ikut menanggung pengembalian uang pengganti.
Putusan PN Jakarta Pusat menjadi menarik karena kita selalu berdebat soal Bank Century. Seakan-akan penyelamatan yang dilakukan pemerintah dengan memberikan talangan Rp 6,7 triliun merupakan tindakan yang tepat. Langkah itu diperlukan untuk menyelamatkan sistem perbankan.
Hal yang sama terjadi ketika kita dihadapkan pada krisis moneter pada tahun 1998. Negara dipaksa untuk menyelamatkan sistem perbankan dan untuk itu pemerintah harus mengeluarkan obligasi rekapitalisasi sebesar Rp 600 triliun.
Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan menemukan fakta bahwa Rp 6,7 triliun kebutuhan dana talangan Bank Century penuh dengan rekayasa. Sebesar Rp 5,8 triliun sebenarnya dipakai untuk menutupi kewajiban para pemegang saham.
Ketika temuan BPK tersebut dicoba didalami oleh Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Fraksi Demokrat tampak sekali untuk mematahkan temuan itu. Bahkan saat mendengar keterangan saksi, anggota Partai Demokrat Ruhut Sitompul sempat mempersalahkan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengintervensi hukum ketika memerintahkan polisi untuk menangkap Robert Tantular.
Keputusan PN Jakarta Pusat kemarin menunjukkan bahwa temuan BPK terbukti benar. Bahwa ada tindak pidana korupsi di Bank Century dan negara diminta untuk menalangi korupsi yang dilakukan para pemilik Bank Century. Keputusan pengadilan itu juga menegaskan bahwa tindakan Jusuf Kalla untuk meminta polisi menangkap Robert Tantular adalah perintah yang benar.
Bayangkan apabila Jusuf Kalla tidak memerintahkan agar Robert Tantular ditangkap. Maka negara benar-benar akan dirugikan, karena seperti halnya Rafat dan Hesham, meski dijatuhi hukuman 15 tahun penjara, mereka tetap bisa bebas karena keduanya sudah berada di luar negeri.
Dengan vonis dari PN Jakarta Pusat itu seharusnya tidak ada alasan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung untuk belum menemukan indikasi pelanggaran dalam pemberian talangan Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Pengadilan saja bisa membuktikan adanya korupsi yang dilakukan para pemilik yang mencapai Rp 3,1 triliun.
Aneh jika otoritas keuangan dan perbankan tidak mengetahui adanya penggarongan yang dilakukan para pemilik bank itu sendiri. Sebagai pihak yang mengawasi perbankan, bahkan menempatkan petugas khusus untuk mengawasi Bank Century, aneh jika Bank Indonesia sampai tidak menemukan pelanggaran yang dilakukan pemilik bank.
Seperti juga menjadi pertanyaan BPK, mengapa dengan kondisi seperti itu, Bank Century masih pantas untuk diselamatkan? Mengapa besaran talangan lalu bisa mencapai Rp 6,7 triliun? Apakah tidak ada agenda untuk ikut merampok melalui Bank Century, karena toh para pemilik sudah menikmati Rp 3,1 triliun?
Kita sejak awal tidak ragu bahwa pemberian talangan kepada Bank Century merupakan langkah yang keliru. Ancaman akan terjadi penarikan dana besar-besaran apabila Bank Century ditutup hanyalah pembenaran untuk menyelamatkan Bank Century.
Ketika PN Jakarta Pusat sudah membuktikan ada korupsi di Bank Century, sementara tiga lembaga penegak hukum mencoba berpura-pura bodoh atas perampokan uang negara dengan menggunakan alasan penyelamatan Bank Century, ini sungguh melukai rasa keadilan. Rapat bersama yang dilakukan Tim Pengawasan DPR hanya sandiwara apabila tidak mampu masuk ke inti persoalan.
PENYELESAIAN
Tim Pengawasan DPR seharusnya lebih tegas dalam bersikap. Sekali lagi putusan PN Jakarta Pusat seharusnya menjadi penguat sikap DPR. Bahwa tindakan penyelamatan Bank Century bukan menyelamatkan sistem perbankan, tetapi memperkaya para koruptor.
Kita memang tidak mungkin menarik kembali kebijakan penyelamatan kepada Bank Century. Kita harus menerima kenyataan bahwa negara akan menderita kerugian akibat kebijakan itu. Namun kita tidak boleh rugi dua kali, setelah uang dirampok para koruptor, para pengambil kebijakan yang membuat koruptor bisa berfoya-foya, tidak dimintai pertanggungjawaban apa pun.
Inilah yang seringkali membuat kesalahan selalu berulang. Sebab, kita tidak pernah menghukum orang yang bersalah. Padahal kesalahannya itu telah merugikan Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar