1. Standar Kontrak
Menurut
Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
- Kontrak
standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh
kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar
khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan
berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut
Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan
karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru
lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan
kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu
kontrak harus berisi:
Subjek dan
jangka waktu kontrak
Lingkup
kontrak
Dasar-dasar
pelaksanaan kontrak
Kewajiban
dan tanggung jawab
Pembatalan
kontrak
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, karena mengenai
orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat
yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendri
atau objeknya dari perbuatan hukum yang dilakukan ini.
Dengan sepakat atau juga dinamakan perixinan dimaksudkan bahwa kedua subjek
yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju mengenai hal-hal yang
pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Orang yang membuat suatu perjanjian
harus cakap menurut hukum. Pada azasnya setiap orang yang sudah dewasa atau
akilbalig dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam pasal 1330
kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan sebagai orang-orang yang tidak
cakap untuk membuat suatu perjanjian :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampunan
3. Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-undang
dan pada umumnya semua orang kepada siapa Undang-undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
2. Macam-Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
a. Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
- Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
- Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b. Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
- Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
- Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c. Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
- Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
- Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
- Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
- Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
- Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
- Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3. Syarat-syarat sah perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP
Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian,
yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka
laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila
perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak,
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum
telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam
KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian
adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah
pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah
disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab
dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat
pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang
atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini
dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
4. Pembatalan perjanjian
Menurut pasal 1266 KUH Per membawa kedua pihak kembali seperti keadaan semula
sebelum perjanjian diadakan, jadi perjanjian ini ditiadakan
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.
Menilik macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan itu,
perjanjian dibagi dalam tiga hal yaitu :
1. 1. Perjanjian untuk
memberikan penyerahan suatu barang
2. 2. Perjanjian untuk
berbuat sesuatu
3. 3. Perjanjian untuk
tidak berbuat sesuatu
Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan Prestasi
Perjanjian dari macam pertama adalah misalnya: jual-beli, tukar-menukar,
menghibahkan atau pemberian, sewa-menyewa, pinjam-pakai. Suatu persoalan dalam
hukum perjanjian ialah persoalan , apakah berhutang atau si debitur tidak
menepati janjinya, si berpiutang atau kreditur dapat mewujudkan sendiri
prestasi yang dijanjikan itu artinya apakah si berpiutang dapat dikuasakan oleh
hakim untuk mewujudkan atau merealisasikan sendiri apa yang menjadi haknya
menurut perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar