1.
Pengertian Konsumen
sumber : google.com |
2.
Azas dan Tujuan
Sebelumnya
telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
1.
Meningkatkan kesadaran,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.
Mengangkat harkat dan
martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa
3.
Meningkatkan pemberdayaan
konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.
Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.
Menumbuhkan kesadaran
pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.
Meningkatkan kualitas
barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan
asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.
Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa
penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua
pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang
kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus
memperoleh hak-haknya.
2.
Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat
di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta
pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat
memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.
Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini,
diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud
secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.
Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas kepastian hokum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan
pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
3.
Hak dan Kewajiban Konsumen
Adapun
hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UU PK, yakni:
1.
Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Tujuan utama konsumen dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa
yang dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam
keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
2.
Hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau
mengkonsumsi barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya.
Untuk itu konsumen harus diberi bebas dalam memilih barang/jasa yang akan
dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu
daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang/jasanya.
3.
Hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu
harus memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan
dikonsumsinya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen
dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya.
4.
Hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh
kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan
di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan
agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan
dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan
adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk
meningkatkan daya saingnya. www.tunardy.com
Kewajiban
konsumen adalah :
a.
membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
d. mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Hak
pelaku usaha adalah :
1.
hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.
hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
3.
hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
4.
hak untuk rehabilitasi
nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.
hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
pelaku usaha adalah :
1.
beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya;
2.
memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.
memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.
menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.
memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
6.
memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.
memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha :
Ketentuan
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8
– 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3
kelompok, yakni:
1.
larangan bagi pelaku usaha
dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.
larangan bagi pelaku usaha
dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.
larangan bagi pelaku usaha
periklanan (Pasal 17)
.
Mari
kita bahas satu per satu. Yang pertama adalah larangan bagi pelaku
usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a.
tidak memenuhi atau tidak
sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b.
tidak sesuai dengan berat
bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.
tidak sesuai dengan
ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;
d.
tidak sesuai dengan
kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam
label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.
tidak sesuai dengan mutu,
tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;
f.
tidak sesuai dengan janji
yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut;
g.
tidak mencantumkan tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas
barang tertentu;
h.
tidak mengikuti ketentuan
berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
label;
i.
tidak memasang label atau
membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih
atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama
dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut
ketentuan harus di pasang/dibuat;
j.
tidak mencantumkan
informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap
bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di
bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak
jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur
melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku
usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang
disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus
dipenuhi.
Selain
itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud.
(3)
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
UU PK
tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan
tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik,
utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata
cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak
berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda
tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan
tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu
diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya
berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Ketentuan
terakhir dari pasal ini adalah:
(4)
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Bila
kita perhatikan secara seksama, ketentuan ayat (4) tidak mengatur pelanggaran
ayat (3). Ternyata untuk pelanggaran ayat (3), diatur melalui peraturan yang
lebih spesifik. Yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Kesehatan. Untuk kedua bidang ini
berlaku adagium lex specialis derogat lege generalis. Artinya
peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum.
6.
Klausula Baku dalam Perjanjian
Klausula
Baku adalah setiap aturan
atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu
dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen,
klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon,
perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan
konsumen.
Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku
usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan
sebagai berikut :
1.
Pengalihan tanggungjawab
dari pelaku usaha kepada konsumen;
2.
Pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3.
Pelaku usaha berhak
menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
4.
Pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
secara angsuran;
5.
Mengatur perihal
pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli
konsumen;
6.
Memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen
yang menjadi obyek jual beli jasa;
7.
Tunduknya konsumen kepada
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan
lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8.
Konsumen memberi kuasa
kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
Contoh Klausula Baku yang dilarang
Undang-Undang
·
Formulir pembayaran
tagihan bank dalam salah satu syarat yang harus dipenuhi atau disetujui oleh
nasabahnya menyatakan bahwa
·
“ Bank tidak bertanggung
jawab atas kelalaian atau kealpaan, tindakan atau keteledoran dari Bank sendiri
atau pegawainya atau koresponden, sub agen lainnya, atau pegawai mereka ;
·
Kuitansi atau / faktur
pembelian barang, yang menyatakan :
·
"Barang yang sudah
dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan" ;
·
"Barang tidak diambil
dalam waktu 2 minggu dalam nota penjualan kami batalkan
7.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Di
dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung
jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3.
cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5.
lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka
waktu yang diperjanjikan.
8.
Sanksi
Sanksi
Pidana :
•
Kurungan :
o
Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9,
10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o
Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11,
12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
•
Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang
Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
• Hukuman tambahan , antara lain :
o
Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan
izin usaha;
o
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o
Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o
Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar